Moment saat Committee for Economic and Commercial Cooperation (COMCEC) yang merupakan bagian dari Organization of the Islamic Cooperation (OKI) dan Kementerian Sosial melaksanakan KONFERENSI INTERNASIONAL dengan Tema: Developing Local Initiatives For Poverty Alleviation Throught Community Based Sustainable Livelihood yang dihadiri oleh beberapa negara anggota OKI, diantaranya Indonesia sebagai tuan rumah, Turki, India, Pakistan, Banglades, Malaysia dan Amerika pada Tahun 2016
Hal yang menarik dalam kegiatan tersebut adalah menjadi moment untuk Sharing Pengalaman/Informasi Penentuan Kriteria Kemiskinan dan strategi pengentasan kemiskinan.
Sorry, my english is blepotan, he33x
yg penting fakta dan pesan tersampaikan
Di Amerika Serikat, pengukuran kemiskinan menggunakan 3 komponen
pendekatan, yaitu garis kemiskinan (dihitung berdasarkan pengeluaran
kebutuhan dasar rumah tangga), pendapatan tunai sebelum pajak, dan
inflasi. Penghitungan garis kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar
rumah tangga, yaitu besarannya sebesar 3 kali rata-rata pengeluaran
rumah tangga terhadap makanan.
Di beberapa negara, penghitungan garis kemiskinan tidak menggunakan basic needs approach. Di Eropa pada umumnya garis kemiskinan dihitung menggunakan garis kemiskinan pendapatan relatif. Di Turki misalnya penentuan kategori kemiskinan cukup sederhana; hanya berdasarkan pada pendapatan/Jumlah anggota keluarga, berbeda dengan di Indonesia yang berdasarkan basic needs approach yaitu menggunakan banyak kriteria. Turki hanya cukup menggunakan KTP sebagai identitas kemiskinan berbeda dengan di Indonesia.
Kami menyampaikan pada konferensi yang dibuka oleh mensos Khofifa Indar parawansah tersebut bahwa pihak Kecamatan Sebatik juga telah menggunakan teknologi informasi untuk mengakomodasi data kemiskinan sebagaimana yang telah diterapkan pada bebarapa Negara peserta konferensi tersebut, bahkan lebih detail.(Klik). Kami menyampaikan bahwa kriteria kemiskinan tidak dapat digeneralisir, bahwasanya kondisi kemiskinan di Pulau Jawa berbeda dengan di Kalimantan, begitupun daerah lain. Kami juga sempat diskusi dengan Mr.Caner Asenyel yang merupakan perwakilan dari lembaga COMCEC tentang peluang pemasaran produk hasil olahan dari Pulau Sebatik dan perlu uluran tangan dari Lembaga seperti COMCEC.
Inovasi yang tengah digagas oleh Mensos Risma merupakan langka nyata di era Big Data saat ini. Walaupun tidak persis sama, inovasi yang pernah kami lakukan secara prinsip sama-sama berbasis big data geospasial. Kondisi sosial ekonomi di Pulau Sebatik yang sangatlah kompleks, tidak akuratnya data kemiskinan mengakibatkan kecemburuan sosial menjadi alasan bagi pihak Kecamatan Sebatik melakukan pendataan secara door to door; berupa pendataan kepala keluarga beserta anggotanya, kondisi ekonomi, posisi rumah (Koordinat), fhoto rumah, dst. Penyediaan Database_Big Data memang membutuhkan waktu yang relatif lama dan lebih rumit. Pada saat basis data telah tersedia lengkap selanjutnya perlu membangun sistem up dating data dengan melibatkan sumber daya yang tersedia.
Prinsip kerja dalam membangun Big Data perlu meniru sistem yang terbangun pada perusahaan google map. Mereka memiliki net working atau provider data di tiap sudut wilayah di penjuru dunia. Hal yang membedakan bahwa perusahaan berbasis digital tersebut lebih berorientasi pada profit sedangkan perangkat pemerintah lebih berorientasi pada pelayanan.
Dokumentasi di atas saat penulis masih menjalankan tugas pada bidang Sosial Ekonomi dan Kesejahteraan pada Kantor Camat Sebatik
Kabupaten Nunukan
0 comments:
Posting Komentar